CARI DI PENELUSURAN KHUSUS AYAM ADUAN 100% JAWARA JAMINAN MENANG..!!!

Pengendalian Hama Tikus


A. Ekologi Tikus
1. Morfologi
a. Tikus Sawah (Rattus argentiventer)
          Tikus sawah banyak dijumpai merusak tumbuhan pangan khususnya padi sawah. Tubuh kepingan atas (punggung) berwama coklat kekuningan dengan bercak hitam di rambut- rambutnya, sehingga memberi kesan menyerupai berwama abu-abu, dada berwama putih. Panjang tubuh tikus sawah bakir balig cukup akal dari hidung hingga ujung ekor berkisar antara 270- 70 mm, dengan berat sekitar 130 g. Panjang ekor biasanya sama atau lebih pendek dari pada tubuh dari ujung hidung hingga pangkal ekor. Panjang telapak kaki belakang dari tumit hingga ujung kuku jari terpanjang yakni 32-36 mm. Sedangkan panjang indera pendengaran 18-21 mm. Tikus sawah memiliki enam pasang puting susu yang terletak di kiri dan kanan pada kepingan perut memanjang sepanjang badan.
          Tikus sawah sanggup berkembang biak mulai umur 1,5-5 bulan. Setelah kawin, masa bunting memerlukan waktu 21 hari. Seekor tikus betina melahirkan rata-rata 8 ekor anak setiap kali melahirkan, dan bisa kawin lagi dalam tempo 48 jam sehabis melahirkan serta bisa hamil sambil menyusui dalam waktu yang bersamaan. Selama satu tahun seekor betina sanggup melahirkan 4 kali, sehingga dalam satu tahun sanggup dilahirkan 32 ekor anak, dan populasi dari satu pasang tikus tersebut sanggup mencapai + 1200 ekor turunan.
          Anak yang gres lahir beratnya sekitar 2-4 g, berwama merah daging dan tidak berbulu. Setelah umur 4 hari  wamanya berkembang menjadi biru kelabu dan pada umur 7- 10 hari tumbuh bulu berwama kelabu dan coklat, ketika ini mata masih tertutup. Mata anak tikus terbuka sehabis umur 12-14 hari dan masa menyusui berlangsung hingga umur 18-24 hari. Pada umur 28 hari anak tikus telah sanggup berjalan dengan cepat.
          Di laboratorium tikus sanggup mencapai umur 3-4 tahun. Namun sebab persediaan masakan dan perbedaan faktor lingkungan, di lapangan tikus sangat sukar mencapai umur lebih dari satu tahun.


Tikus Semak (Rattus exulans)
          Tikus semak tubuhnya sedikit lebih kecil dari pada tikus sawah. Panjang tubuh tikus bakir balig cukup akal dari hidung hingga ujung ekor berkisar antara 220-285 mm. Panjang ekor sama atau lebih panjang dari pada panjang badan. Panjang telapak kaki belakang dari tumit hingga ujung kuku jari yang terpanjang 24-28 mm, panjang indera pendengaran 17-20 mm. Susunan puting susu yakni 2 pasang di kiri dan di kanan sehingga puting susu beriumlah delapan. Tikus semak pintar memanjat. Bagian atas badannya berwama coklat kelabu dan kepingan bawah berwama putih kelabu.
          Tikus semak terutama hidup disemak-semak, pinggir hutan dan di rumah-rumah, namun kurang menyukai tempat yang banyak air.

2. Perilaku
          Tikus memiliki indra penglihatan yang lemah dan buta wama, namun diimbangi oleh indra penciuman, peraba dan pendengaran yang tajam. Gerakan di malam hari terutama dituntun oleh misai dan bulu-bulu yang tumbuh panjang.
          Tikus memiliki gigi seri yang sangat tajam dan selalu tumbuh terns, sehingga selama hidupnya gigi tersebut sanggup mencapai panjang 15-25 cm. Apabila pertumbuhan gigi seri tersebut dibiarkan, maka gigi seri tersebut mengganggu. Oleh sebab itu semoga panjang gigi serinya tetap normal, tikus sering mengerat benda-benda keras maupun lunak yang dijumpai, sehingga menjadi penyebab utama kerusakan yang ditimbulkan, akhir yang ditimbulkannya dalam setiap hari sanggup mencapai tidak kurang dari lima kali banyaknya masakan yang dibutuhkan.
          Perkembangbiakan tikus sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama ketersediaan makanan. Pada tempat dengan ekspresi dominan hujan dan ekspresi dominan kemarau yang tidak banyak berbeda sepanjang tahun, faktor tersedianya masakan tidak banyak berbeda, sehingga kepadatan populasi tikus juga stabil. Untuk tempat yang memiliki ekspresi dominan hujan dan ekspresi dominan kemarau yang berbeda jelas, maka kepadatan populasi tikus tidak stabil. Pada ekspresi dominan hujan, dengan persediaan masakan cukup, tikus akan berkembang biak dengan pesat. Sebaliknya di ekspresi dominan kemarau dengan ketersediaan air yang sangat terbatas perkembangbiakan tikus sangat terhambat, bahkan sanggup terhenti sama sekali.
         
          Tikus yang kelaparan akan memakan hampir semua benda yang dijumpai, lain halnya kalau ketersediaan masakan cukup, tikus akan menentukan masakan yang paling disukai yaitu padi bunting, padi menguning dan jagung muda. Disamping itu tikus juga menyukai ubi kayu, ubi jalar, tebu dan kelapa. Pada dasamya masakan tikus yakni karbohidrat. Namun adakalanya dijumpai tikus memakan serangga, siput, bangkai ikan dan masakan binatang lain. Makanan jenis hewani tersebut dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan protein. Hampir seluruh waktu yang dipakai untuk makan yakni malam hari. Pada waktu makan, tikus bergerak kesana kemari sambil menggerogoti makanannya bertahap sepanjang malam hingga kenyang.
          Tikus hidup di tempat-tempat yang tersedia cukup masakan dan yang sanggup menunjukkan perlindungan. Mereka lebih suka tempat-tempat bervegetasi yang memenuhi kedua kebutuhan tersebut. Bila hal ini tidak terpenuhi, mereka berdiam di tempat-tempat yang menunjukkan cukup derma baik terhadap panas maupun musuh-musuhnya, yaitu semak-semak atau tempat-tempat berumput lainnya yang tidak jauh dari sumber makanan.
          Tikus sawah merupakan binatang yang sangat pintar menciptakan liang untuk bersarang. Liang bagi tikus berfungsi sebagai tempat berlindung, memelihara anak dan menimbun makanan. Sarang dibentuk selama masa perkawinan dan dipakai untuk melahirkan dan melindungi anak-anaknya. Tikus yang akan melahirkan mengurung diri di dalam liang dan menutup pintu masuk dengan tanah galian. Tutup ini akan dibuka apabila anak-anaknya sudah bisa bergerak sendiri.
          Liang tikus biasanya memiliki pintu masuk utama yang berakhir dengan satu atau dua jalan keluar yang tersamarkan. Pada umumnya liang tikus berlekuk-lekuk di bawah tanah sedalam 0,5 m dan dilengkapi dengan ruang-ruang sebagai tempat penyimpanan masakan dan tempat melahirkan. Panjang liang tikus 0,5-1,5 m, bahkan liang tikus sanggup mencapai 10 m, hal ini sejalan dengan perkembangan anggota kelompok. Liang tikus tidak selamanya dihuni, terutama pada waktu persediaan makan berkurang atau tragedi banjir. Tikus biasanya mengembara dan menciptakan sarang gres atau menempati tempat yang usang sekitar tanggul irigasi. pekarangan rumah sekitar gudang padi, kebun tebu, rumpun bambu, semak belukar, pekuburan, tegalan atau permukaan tanah yang tinggi.
          Pada umumnya liang yang ditinggalkan tidak dipakai oleh tikus-tikus lainnya kecuali untuk berlindung atau berteduh.



3. Kerugian Karena Serangan Tikus
          Pada tumbuhan padi, kerusakan sebab serangan tikus terjadi akhir batang padi digigit/dipotong. Bekas gigitan terlihat membentuk sudut potong kurang lebih 45 o  dan masih memiliki sisa kepingan batang yang tidak terpotong.
          Pada tumbuhan fase vegetatif, seekor tikus sanggup merusak antara 11-176 batang padi per malam. Sedangkan pada ketika bunting kemampuan merusak meningkat menjadi 24 –246 batang per malam. Kerusakan berat sebab serangan tikus biasanya hanya menyisakan beberapa baris tumbuhan pada kepingan tepi.

B. Kebijakan Perlindungan Tanaman
Landasan kebijakan untuk menyelenggarakan derma tumbuhan yakni Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 ihwal Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1995 ihwal Perlindungan Tanaman dan Keputusan Menteri Pertanian No.887/Kpts/OT210/97 ihwal Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan. 
Tujuan mengupayakan terjaminnya produk pertanian secara kontinyu dengan kuantitas sesuai dengan keinginan dan kualitas yang baik dan berdaya saing tinggi dalam rangka mendukung sistem dan perjuangan agribisnis yang lestari. Dalam pelaksanaannya derma tumbuhan dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu pengendalian populasi hama dengan memanfaatkan semua teknik yang kompatibel dalam suatu sistem yang serasi untuk menurunkan dan mempertahankan populasi di bawah tingkat yang tidak menjadikan kerusakan secara ekonomi. 
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 ihwal Pemda dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 ihwal Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, Kewenangan Daerah Otonom yakni mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat. Kewenangan Pemerintah Pusat dibidang derma tumbuhan yakni penetapan norma dan standar teknis pengendalian, serta menetapkan kebijakan untuk mendukung pembangunan secara makro. Sedangkan pemerintah propinsi  memiliki kewenangan menangani serangan OPT lintas kabupatan/kota, pemantauan, peramalan dan pengendalian serta penanggulangan eksplosi. Secara tegas dalam PP No. 25 tahun 2000 disebutkan bahwa wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam pengendalian OPT mencakup pengamatan OPT dan faktor yang mempengaruhinya, pengendalian dan eradikasi, pengawasan pestisida serta melakukan bimbingan terhadap petani/masyarakat tani.

Subscribe to receive free email updates: