CARI DI PENELUSURAN KHUSUS AYAM ADUAN 100% JAWARA JAMINAN MENANG..!!!

Sabung Ayam Online Layak Diunggulkan Sekaligus Pantas Diragukan

Sabung Ayam Online Layak Diunggulkan Sekaligus Pantas Diragukan


Sabung Ayam Online Layak Diunggulkan Sekaligus Pantas Diragukan


Sabung Ayam Online - Perancis yakni salah satu kesebelasan yang diunggulkan menjadi juara Piala Dunia 2018. Berisikan pemain-pemain (muda) berkualitas ibarat Paul Pogba, Antoine Griezmann, Kylian Mbappe, dan Ousmane Dembele, Les Bleus pantas menyandang status tersebut.
Walau demikian tidak sedikit yang menyangsikan Perancis bisa menjadi juara dunia di Rusia nanti.
Salah satu alasan keraguan itu yakni Didier Deschamps tidak menyertakan pemain-pemain yang cukup layak membela timnas ibarat Alexandre Lacazette, Kingsley Coman, Adrien Rabiot, dan Anthony Martial. Kehadiran para pemain itu bisa memberi Deschamps lebih banyak pilihan di setiap pertandingan.
Deschamps yang kehilangan Dimitri Payet dan Laurent Koscielny sebab cedera pun “hanya” membawa Nabil Fekir dan Adil Rami sebagai pengganti. Keduanya lebih minim pengalaman dan (relatif) tidak lebih baik dari Payet dan Koscielny.
Secara keseluruhan, mutu skuat Perancis ketika ini lebih baik ketimbang Piala Dunia 2014 (sampai perempat final) dan Piala Eropa 2016 (kalah di final). Namun perjalanan Perancis menuju Rusia malah memunculkan banyak pertanyaan dan sedikit jawaban.
Tepatkah Deschamps untuk Perancis?
Ada anggapan, keberuntungan selalu mengiringi Deschamps baik sebagai pemain maupun pelatih. Namun keberuntungan seolah menjauhi Deschamps semenjak ia mengemban jabatan Pelatih Kepala Tim Nasional Perancis. Kemampuannya melatih diragukan.
Piala Eropa 2016 menjadi salah satu alasannya. Ketika itu Perancis sedang dalam serangkaian penampilan baik. Melaju mulus ke final, Perancis malah kalah 0-1 dari Portugal. Di pertandingan itu Deschamps tampak ibarat seorang penakut, padahal kualitas skuat Perancis lebih baik dari Portugal.
Apakah Deschamps kehilangan sentuhan emas? Para pemain masih percaya terhadap kualitas melatih Deschamps, tapi beberapa kejadian lain kembali memunculkan keraguan terhadap sang kepala pelatih.
Dalam pertandingan babak kualifikasi, melawan Swedia pada Juni 2017, Deschamps mengejutkan publik. Dia lebih menentukan Blaise Matuidi, Moussa Sissoko, dan Payet sebagai starterketimbang N’Golo Kante, Dembele, dan Mbappe yang kemampuan menyerangnya lebih baik. Ketiganya juga lebih segar.
September lalu, Deschamps kembali diragukan sebab Perancis yang bertaburan pemain kesebelasan top Eropa hanya bermain imbang dari Luksemburg yang sejarah sepakbolanya tak bagus.
Contoh yang lebih dekat: Perancis kalah 2-3 dari Kolombia di pertandingan persahabatan, walau unggul dua gol lebih dulu. Deschamps gagal mempertahankan keunggulan sebab menentukan cara main yang buruk, khususnya dalam bertahan.
Terlepas dari semua keraguan di atas, Perancis punya skuat muda yang sangat baik. Skuat tahun ini bisa dibilang punya kesamaan dengan skuat Piala Dunia 1998. Bedanya hanya dalam gaya main.
Perancis 1998 bermain kolektif. Mereka bertumpu kepada pertahanan solid, kekuatan fisik, dan kemampuan merebut bola dengan cepat. Gaya main Perancis asuhan Deschamps tidak ibarat itu. Lini depan punya kecepatan sehingga Perancis lebih banyak mengandalkan serangan balik dan menyerahkan sisanya kepada pemain depan.
Keraguan terhadap Deschamps akan terjawab dalam beberapa hari. Formasi 4-4-2 atau 4-3-3 bisa jadi cocok untuk Perancis ketika ini. Empat pos di lini belakang akan menjadi milik Djibril Sidibe, Raphael Varane, Samuel Umtiti, dan Benjamin Mendy. Keempatnya punya fisik yang kuat, dan kesudahannya Perancis bisa punya pertahanan kokoh.
Dalam beberapa pertandingan terakhir Deschamps lebih menentukan memainkan tiga gelandang. Rasanya itu susunan yang cukup cocok. Kante dan Matuidi bisa bahwasanya untuk merebut bola sehingga Pogba bisa leluasa mengatur serangan.
Di depan, kecepatan Mbappe-Griezmann-Dembele bisa jadi senjata yang sangat mematikan. Belum lagi Olivier Giroud yang siap muncul sebagai supersub. Penyerang jangkung itu siap menjadi tembok maupun mendapatkan suplai dari Griezmann dan Mbappe.
Dengan komposisi ibarat itu, rasanya Deschamps bisa menjawab keraguan. Dengan catatan: para pemain menjalankan instruksinya dengan baik. Pertahanan kokoh dan serangan balik cepat nan efektif sangat bisa membawa Perancis melaju jauh.
Pogba Sebagai Pemimpin
Sepanjang sejarah sepakbola Perancis, Les Bleusselalu punya satu pemimpin. Selalu ada satu pemain yang sangat menonjol di atas lapangan.
Pada Piala Dunia 1958 bintangnya Raymond Kopa. Setelah itu ada Michel Platini yang membawa Perancis ke dua semifinal Piala Dunia, 1982 dan 1986. Platini juga membawa Perancis juara Piala Eropa 1984.
Setelah generasi Platini, lahirlah pemimpin gres di Timnas Perancis: Zinedine Zidane. Bersama Zidane, Perancis meraih prestasi yang lebih baik. Zidane menjuarai Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000. Di Piala Dunia 2006, Zidane membawa Perancis ke final.
Kopa, Platini, dan Zidane membutuhkan penerus—seseorang yang bisa membawa Perancis meraih kesuksesan. Hanya ada satu kandidat: Paul Pogba.
“Giliran Paul Pogba yang bertanggung jawab,” ungkap mantan pemain Arsenal dan Timnas Perancis, Robet Pires. “Dia menyampaikan ia siap untuk mengambil tugas dan tanggung jawab. Ini yakni waktunya. Dia ingin menjadi bos. Dia cukup cukup umur sekarang, cukup besar lengan berkuasa untuk melakukannya”
Menurut Pires, biar Perancis bisa menjuarai Piala Dunia 2018, Pogba harus tampil dalam performa terbaik. Pogba yang harus memimpin pemain-pemain ibarat Mbappe dan Dembele.
“Dia bukan satu-satunya pemimpin. Hugo Lloris, Raphael Varane, Matuidi dan Antoine Griezmann yakni tokoh senior dalam skuat ini juga. Tetapi Pogba harus menjadi pemain utama. Dia dinobatkan sebagai pemain muda terbaik di Piala Dunia terakhir. Dia harus bertujuan untuk dinobatkan sebagai pemain terbaik turnamen ini,” tutup Pires.
Dengan fisik yang cukup tinggi besar Pogba cukup sulit dijatuhkan dan besar lengan berkuasa dalam melindungi bola. Keunggulan utama Pogba, walau demikian, yakni kualitas umpannya. Umpan-umpan terobosan Pogba akan sangat mempunyai kegunaan untuk Mbappe dan Griezmann di lini depan. Satu lagi keunggulan Pogba: tendangan jarak jauh yang sangat baik.
Kualitas permainan Pogba tidak jauh berbeda dengan Zidane di masa jayanya. Maka dari itu Pogba rasanya sangat pantas untuk menjadi penerus takhta pemimpin timnas.
Hanya satu problem Pogba: inkonsistensi penampilan. Jika Pogba bisa menjaga konsistensinya selama Piala Dunia nanti, Perancis dipastikan bisa bicara banyak—bahkan menjadi juara tidak mustahil.
Perancis 1998 Sebagai Motivasi Terbaik
Dua puluh tahun lalu, pada 12 Juli, Perancis memenangi Piala Dunia untuk pertama kalinya. Sebagian besar pemain yang dipanggil Deschamps tumbuh dengan kejayaan 1998 dalam memori mereka.
Mbappe yang belum lahir ketika itu bahkan tidak gila dengan kisah kejayaan tersebut. Dia telah berkali-kali menonton kisah itu. Dia termotivasi untuk membawa kejayaan itu kembali.
“Generasi ini dilarang terbebani,” kata bek kiri pemenang Piala Dunia, Bixente Lizarazu. “Seharusnya tidak ada tekanan aksesori bahwa mereka harus menang sebab kami melakukannya 20 tahun yang lalu. Namun, jikalau mereka sanggup menggunakannya sebagai motivasi, itu bisa berguna.”
“Didier telah ada sebelumnya, ia telah melakukannya dan ia akan mempunyai banyak pesan yang tersirat untuk para pemain, terutama yang lebih muda untuk membimbing mereka melalui proses ini dan membawanya sejauh mungkin,” tambahnya.
Memenangi Piala Dunia 20 tahun sehabis Zidane akan sangat Istimewa untuk Pogba dan skuat Perancis ketika ini. Banyak yang berharap kepada mereka, walau tak sedikit yang meragukan. Tekanan besar mengiringi Les Bleusdi Rusia.
Namun tekanan itu biasa. Generasi 1998 tampil di Piala Dunia bukan tanpa tekanan. Beberapa pemain merasa tertekan sebab mereka dianggap tidak secara keseluruhan mewakili Perancis, hanya sebab latar belakang keluarga mereka. Namun mereka memperlakukan tekanan sebagai motivasi.
Generasi 2018 menerima tekanan yang berbeda. Dengan kualitas yang ada, tuntutan juara untuk mereka sangat besar.
Perancis satu grup dengan Australia, Peru, dan Denmark. Seharusnya mereka bisa lolos dengan mudah. Pertandingan-pertandingan yang menentukan gres akan mereka hadapi di fase gugur. Perancis bisa hingga ke, setidaknya, semi final. Jika semuanya berjalan baik, menapak final pun tak mustahil.

Subscribe to receive free email updates: